Membeli tanah bisa jadi investasi besar dan menguntungkan, tapi juga penuh tantangan. Salah satu hal penting yang harus Anda pahami sebelum membeli tanah adalah jenis-jenis sertifikat tanah. 

Sertifikat bukan hanya secarik kertas, namun bukti legal yang menunjukkan hak dan status kepemilikan tanah tersebut. Apabila tidak paham jenis-jenisnya, Anda bisa saja berisiko terkena masalah hukum atau kehilangan hak atas tanah yang dibeli. 

Maka dari itu, berikut adalah beberapa jenis sertifikat tanah yang harus diketahui pembeli agar tidak tertipu!

Sertifikat Hak Milik (SHM)

SHM adalah jenis sertifikat tanah di Indonesia yang tertinggi karena memberikan hak kepemilikan penuh pada pemegangnya. Dengan SHM, Anda dapat memiliki tanah tersebut secara legal dan tidak ada batas waktu kepemilikan. Tanah dengan SHM bisa diwariskan, dijual, atau dijadikan jaminan ke bank. 

Jenis ini adalah sertifikat yang paling banyak masyarakat cari karena status kepemilikannya yang kuat dan aman. Apabila Anda ingin investasi jangka panjang atau kepastian hak milik penuh, pastikan tanah tersebut sudah memiliki SHM.

Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)

SHGB memberi hak kepada pemegangnya untuk mendirikan dan menggunakan bangunan di atas tanah tersebut, tetapi tidak untuk memilikinya sepenuhnya. Kepemilikan SHGB biasanya berlaku untuk jangka waktu tertentu, misalnya 30 tahun dan bisa diperpanjang hingga maksimal 20 tahun lagi. 

Sertifikat ini cocok untuk Anda yang ingin mendirikan bangunan tanpa harus memiliki tanahnya, seperti untuk gedung kantor atau perumahan komersial. Tapi ingat, setelah masa berlaku habis, SHGB harus diperpanjang atau tanah akan kembali menjadi milik negara atau pemilik aslinya.

Sertifikat Hak Pakai (SHP)

SHP adalah sertifikat yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memakai atau memanfaatkan tanah tersebut untuk keperluan tertentu, seperti lahan parkir atau fasilitas umum. SHP biasanya hanya untuk tanah milik negara dan berlaku selama jangka waktu tertentu. 

Meski bisa diperpanjang, SHP tidak sekuat SHM atau SHGB karena tidak memberikan hak kepemilikan penuh. SHP sering instansi pemerintah atau perusahaan gunakan untuk pemakaian lahan dalam waktu tertentu.

Girik

Sumber gambar: Freepik.com

Girik merujuk pada tanah yang belum memiliki sertifikat resmi. Tanah girik adalah tanah yang dikuasai oleh pihak tertentu berdasarkan Girik atau dokumen yang menunjukkan bukti pembayaran pajak tanah kepada otoritas kolonial pada masanya.

Meskipun status tanah girik telah ada sejak era kolonial, Girik bukan merupakan bukti sah kepemilikan atau hak atas tanah, melainkan hanya bukti administratif terkait pembayaran pajak. Oleh karena itu, tanah girik belum diakui sepenuhnya sebagai bentuk kepemilikan yang sah.

Letter C

Letter C atau dokumen C, adalah catatan registrasi pertanahan yang mencatat kepemilikan tanah di suatu wilayah secara turun-temurun. Dokumen ini biasanya disimpan oleh Kepala Desa atau Lurah setempat sebagai arsip resmi.

Pemilik tanah biasanya memegang kutipan dari Letter C beserta dokumen pendukung lainnya sebagai bukti kepemilikan. Namun, meskipun bisa menjadi bukti kepemilikan, Letter C tidak memiliki kekuatan hukum yang memadai. 

Sertifikat Hak Pengelolaan (SHPN)

HPL adalah sertifikat yang umumnya untuk tanah negara yang pengelolaannya berasa dari suatu badan atau institusi, seperti perusahaan milik negara atau instansi pemerintah. Dengan HPL, badan tersebut bisa mengelola tanah dan menggunakannya untuk keperluan tertentu, tetapi tidak untuk memiliki sepenuhnya. 

Misalnya, tanah untuk kawasan industri atau proyek pemerintah. HPL tidak bisa diperjualbelikan secara bebas, tetapi tanahnya bisa disewakan atau dikerjasamakan.

Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha (HGU) adalah jenis hak atas tanah yang khusus digunakan untuk keperluan usaha di bidang pertanian, perikanan, dan peternakan. HGU memiliki jangka waktu maksimal 25 tahun. Namun, bagi perusahaan yang membutuhkan waktu lebih panjang, hak ini dapat diperpanjang hingga 35 tahun, dengan tambahan perpanjangan lagi hingga 25 tahun setelahnya.

HGU diberikan untuk tanah dengan luas minimal 5 hektar. Jika tanah yang dimaksud memiliki luas 25 hektar atau lebih, maka diperlukan investasi modal yang layak serta penerapan teknik usaha modern yang sesuai dengan perkembangan zaman. 

Sertifikat Hak Masyarakat Adat (SHM Adat)

Sumber gambar: Freepik.com

Sertifikat Hak Masyarakat Adat (SHM Adat) adalah dokumen yang memberikan pengakuan hukum atas tanah yang masyarakat adat kuasai. Sertifikat ini menjadi bukti konkret bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari hak-hak tradisional mereka, yang diwariskan secara turun-temurun. 

Dengan adanya SHM Adat, hak masyarakat adat atas tanah tidak hanya diakui secara budaya, tetapi juga mendapatkan perlindungan hukum yang sah. Sertifikat ini penting dalam menjaga kelestarian nilai-nilai adat dan menjamin keberlanjutan pemanfaatan tanah sesuai dengan tradisi lokal.

Petok D

Petok D atau Letter D adalah dokumen penting yang menjadi salah satu syarat untuk mengubah status tanah adat menjadi hak milik. Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Petok D berfungsi sebagai surat tanah yang memiliki kekuatan hukum untuk membuktikan kepemilikan tanah. 

Namun, setelah menerapkan UUPA, status Petok D berubah dan kini hanya berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak atas tanah tersebut. Hal ini dapat Anda jadikan sebagai panduan membeli tanah yang aman.

Sertifikat Hak Atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS)

Salah satu jenis sertifikat tanah lainnya adalah Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS), yang digunakan untuk kepemilikan hunian vertikal di atas tanah dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) murni.

SHMSRS berfungsi sebagai dokumen resmi yang menjadi bukti kepemilikan atas sebuah unit apartemen dalam suatu bangunan rumah susun. Sertifikat ini sangat penting bagi pemilik apartemen, karena dapat membantu Anda membuat keputusan yang lebih bijak saat membeli atau menjual unit apartemen.

Mengetahui berbagai jenis sertifikat tanah sangat penting sebelum melakukan transaksi jual beli lahan. Dengan memahami jenis sertifikat ini, Anda juga dapat menghindari potensi kesalahan administratif atau konflik kepemilikan di masa depan.

Sebagai tambahan, pastikan Anda selalu memverifikasi keaslian sertifikat untuk mencegah risiko penipuan. Salah satu tips beli tanah agar tidak tertipu sertifikat palsu adalah memeriksa dokumen langsung ke kantor pertanahan dan memastikan data yang tercantum sesuai dengan kondisi di lapangan. 

Referensi:

https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/perencanaan/sertifikat-tanah

https://www.detik.com/properti/tips-dan-panduan/d-7569486/7-jenis-sertifikat-tanah-yang-perlu-diketahui-ini-perbedaannya

https://www.rumah123.com/panduan-properti/tips-properti-66498-penting-ketahui-5-jenis-sertifikat-tanah-sebelum-membeli-lahan-id.html

Leave a Comment

Member of Nusatek.id

Copyright © 2020 Design by Propertek